Rss Feed
  1. Kuliah Whatsapp Grup Rumah Main Anak
    Hari.tgl: Rabu,08-07-15

    Nama pemateri:Chairunnisa Rizkiah, S.Psi
    Di resume oleh: Nurma

    Di materi sebelumnya tentang perkembangan kognitif, saya sudah menyinggung tentang perkembangan bahasa juga. Anak usia 2-4 tahun mengalami peningkatan jumlah kosakata yang pesat, dan mulai lebih banyak mengeksplorasi dunia sekitar mereka dengan bahasa. Pertanyaan “ini apa?” sering muncul seiring bertambahnya kosakata dan kemampuan untuk memahami bahasa. Kata-kata yang sudah dipelajari dan kata-kata baru juga diproses untuk memahami konsep-konsep di lingkungan sekitar mereka.

    Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi. Kemampuan seseorang dalam berbahasa terdiri dari dua aspek, yaitu kemampuan reseptif (menerima) dan kemampuan ekspresif (menyampaikan). Kemampuan reseptif adalah kemampuan untuk memproses dan memahami pesan dari bahasa, baik tertulis, lisan, maupun isyarat/gestur. Contohnya adalah anak memahami instruksi “taruh sepatu di rak” dari orangtua. Di sisi lain, kemampuan ekspresif adalah kemampuan untuk menghasilkan suara atau kata secara lisan, isyarat/gestur, atau bentuk tertulis untuk menyampaikan pesan.  Contohnya adalah kemampuan anak untuk menyampaikan kebutuhannya, “Mau minum”.
    Perkembangan bahasa dan tentunya perkembangan psikososial, memungkinkan anak untuk mulai belajar menyampaikan keinginan dan kebutuhannya dengan kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tidak lagi dengan menangis dan tantrum.

    Secara umum, anak usia 2 tahun mulai dapat melakukan hal-hal berikut:
    • Berbicara dengan kalimat sederhana (2-3 kata). Biasanya berbentuk Subyek + predikat sederhana seperti “Adek bobok”, “Papa brum” (papa naik mobil), “Mama sini”, dsb. Semakin lama, struktur kalimat akan semakin baik, seperti “Adek mau bobok”, “Papa di mobil”, dsb.
    • Menunjuk benda atau gambar bila nama bendanya disebutkan
    • Mengenali nama orang-orang, benda, dan bagian-bagian tubuh yang familiar baginya
    • Bertanya tentang nama benda, “ini apa?”
    • Mengikuti instruksi sederhana, misalnya “pakai sepatu” dan “ambilkan gelas”
    • Mengulangi kata yang didengar
    • Memahami arti gestur/isyarat yang familiar baginya, seperti anggukan (iya, boleh), gelengan (bukan, tidak, jangan), telapak tangan di depan (stop, tos)
    • Menjawab pertanyaan sederhana tentang cerita yang dibaca, misalnya “Nama anak ini siapa ya?”. Atau bercerita tentang kegiatan atau pengalamannya dengan kata-kata sederhana dengan dibantu isyarat.


    Sedangkan anak usia 3-4 tahun, selain bisa melakukan hal-hal di atas, juga mulai dapat melakukan hal-hal berikut:
    • Berbicara dengan kalimat sederhana 3-5 kata, dengan struktur kalimat yang lebih baik. Contohnya, “Aku mau yang biru”, “Aku udah makan”, dan “Nanti aku pergi sama mama”.
    • Menggunakan kata ganti seperti “aku”, “kamu”, “dia”, dan “kita”
    • Mengikuti instruksi bertahap, bisa 2 atau 3 tahap sekaligus. Misalnya, “pakai sepatu, ambil tas, lalu berbaris di depan pintu”
    • Bertanya dengan kata apa, siapa, kapan, mana, bagaimana (misalnya “gimana caranya?”). Pertanyaan “kenapa” mulai lebih banyak muncul menjelang usia 4 tahun
    • Mengulangi kalimat singkat yang didengar
    • Mencoba menjelaskan dengan kata-kata lain atau dengan bantuan isyarat bila orang lain tidak mengerti maksud perkataannya
    • Memahami simbol dan artinya. Misalnya “dua” berarti ada dua benda, dan huruf “i” itu huruf yang bentuknya “i”. Sebagian anak juga sudah mulai mengenali kata yang familiar, seperti tulisan nama panggilannya sendiri.

    Usia 3-5 adalah usia pra-membaca, di mana sudah mulai dilakukan persiapan untuk masuk ke tahap membaca. Di usia ini anak sudah bisa mengulangi cerita dari buku cerita bergambar yang sering dibaca, mencoba bercerita berdasarkan gambar yang dilihat dalam buku, dan mengingat tulisan beberapa kata (bukan per hurufnya tapi katanya secara utuh), terutama kata yang sering muncul dalam cerita.

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perkembangan bahasa anak usia 2-4 tahun:
    1. Orang dewasa di sekitar anak perlu mencontohkan cara pengucapan kata yang benar. Misalnya anak bilang “meong”, “Oo itu namanya kucing. Bunyinya meong.” Atau anak bilang “Num” atau “cucu”, orangtua bisa mengulangi, “Minum” dan “susu”.
    2. Pengenalan kata baru dapat dilakukan dengan menyebutkannya dengan agak pelan dan dengan penggalan kata yang jelas. Contohnya “ku-cing”, “mi-num”, “mo-bil”, “a-ir”, dsb. Orangtua juga perlu bersabar untuk meminta anak mengulangi kata baru yang didengarnya tadi. Jangan lupa juga untuk memberi pujian setiap kali anak sudah berusaha
    3. Bila anak bertanya atau mengungkapkan sesuatu yang maknanya belum dipahami oleh orangtua, tidak perlu ragu untuk bertanya dan konfirmasi kepada anak. “Mau apa?”, “Mau yang mana?”. Kalau perkataan anak belum juga dapat dipahami oleh orangtua, minta anak untuk menunjukkannya dengan isyarat. Misalnya menunjuk benda yang ia inginkan. Setelah itu, orangtua bisa mengulangi, “Oo… Adek mau boneka bebek yang ini? Ini namanya boneka bebek. Bebek. Warnanya kuning.” Mungkin anak lupa namanya atau memang belum tahu bagaimana cara menyampaikannya secara verbal.
    4. Biasakan untuk mendeskripsikan kegiatan atau nama benda, bukan dengan kata yang tidak jelas seperti “digituin”, “diginiin”, atau “yang itu”. Nantinya walaupun anak mengerti apa yang dimaksud oleh orangtua, anak akan kesulitan untuk menjelaskannya kepada orang lain karena hanya bisa menggunakan isyarat. Misalnya saat kegiatan memasak, bunda bisa menjelaskan, “adonannya kita aduk ya. Mengaduk itu begini caranya, aduk, aduk” sambil diperagakan. Atau meminta anak mengambil benda dengan menyebutkan ciri-cirinya, seperti “Tolong ambilkan buku cerita yang ada gambar ikannya ya. Yang sampul/depannya warna biru.”
    5. Anak banyak sekali menyerap informasi dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, orang dewasa di sekitar anak juga perlu memberi contoh kata-kata yang baik. Selain itu, perlu juga memberi kesempatan bagi anak untuk banyak bertanya dan bereksplorasi. Sebenarnya proses menstimulasi perkembangan bahasa untuk anak usia 2-4 tahun akan seru sekali, karena justru sering keluar kata-kata dan ungkapan “ajaib” yang bisa membuat kita tertawa, terharu, terheran-heran, bahkan terkagum-kagum. Enjoy it! 💪😆


    Terakhir, saya mau share contoh cerita lucu waktu mengajari anak kata baru.

    Murid: Miss, kemarin hujannya gede banget
    Saya: Oo, hujannya deras ya
    Murid: Iya beras
    Saya: Deras. De-ras
    Murid: De-ras
    Saya: Iya deras. Kalau hujan gede itu artinya hujan de-ras
    Murid: Hujan deras
    Saya: Nah, kalau beras tadi apa?
    Murid: Hujan, beras
    Saya: -_-

    Semoga bermanfaat

    Referensi:
    Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. Human Development. 11th ed. New York: McGraw-Hill
    http://www.education.com/reference/article/Ref_Cognitive/ 
    https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/preschool.aspx 
    http://firstyears.org/miles/chart.htm

    Tanya Jawab 
    1. Assalamu'alaikum. Saya Habibah,jakarta
      saya punya keponakan Kai (27m), Kai jika berbicara cepat tapi tidak jelas apa maksudnya. Kai sejak kecil saat makan sambil mendengarkan nyanyian2/film kartun bahasa Inggris. Apakah itu membuat Kai binggung bahasa? Sebenarnya bagaimana penerapan yg baik dlm mengajarkan bahasa asing/daerah kepada bayi? Terima kasih.
    2. Bagaimana dg anak usia 26 bulan tetapi masih belum banyak kata yg di ucapkan,masih seneng ngoceh dg bahasa yg tidak bisa di pahami orangtua (widi depok)
      Jawab:
      Pertanyaannya mirip jadi saya gabung jadi satu ya.
      Seperti yang saya sampaikan di materi tadi, kadang (atau malah seringkali) saat baru mulai belajar bicara (bukan babbling lagi) anak bicara dengan artikulasi atau kata yang tidak dipahami orang dewasa. Apalagi kalau usianya baru 2-2,5 tahun, di mana artikulasi kata juga belum berkembang sempurna, misalnya masih sulit mengucapkan bunyi huruf tertentu seperti r, s, g, dan k. Anak jadi terlihat cadel atau tidak jelas bicara apa. Tapi mungkin bagi anak sendiri, kata-kata yang tidak jelas itu sebetulnya bermakna. Di usia 24m-30m (2-2,5 thn) itu, dari literatur yang saya baca dan pengalaman pribadi, perilaku seperti ini cukup banyak ditunjukkan oleh anak. Untuk membantu anak memperbaiki artikulasi kata yang dikeluarkannya, orangtua dapat:
    • tetap berusaha mendengarkan, dan berusaha menangkap kata yang diucapkan anak. Terutama kata yang sudah lebih jelas pengucapannya. Mungkin ibaratnya, kita mendengar orang bicara cepat sekali dalam bahasa asing, tapi masih ada 1 atau 2 kata yang kita tangkap
    • Dari kata yang bisa ditangkap oleh orangtua, konfirmasi ke anak apa memang kata itu yang ia maksud. Misalnya, "Air? Oo..adek tadi lihat air ya?" Kalau anak bilang "iya" atau mengangguk setuju, dia bisa diminta melanjutkan ceritanya. Jadi, perkataan anak yang tadinya terkesan "tidak jelas" dan "tidak bermakna" itu justru perlu di-uraikan oleh orang dewasa. Ank juga jdi belajar untuk berbicara lebih pelan dan komunikasi jadi dua arah.
    • Perhatikan juga gestur anak saat sedang berbicara. Anak usia 2-3 tahun masih akan menggunakan banyak gestur sambil berbicara, karena ia juga baru belajar untuk menggunakan cara komunikasi baru yaitu dengan kata-kata
    • Perhatikan juga kemampuan bahasa reseptifnya. Mengucapkan kata-kata adalah kemampuan ekspresif. Namun anak juga memiliki kemampuan reseptif, yaitu untuk memahami bahasa yang ia dengar. Jadi coba berikan anak instruksi dengan hal yang familiar di lingkungannya, misalnya "tolong ambilkan gelas yang hijau", dan "taruh mainan mobil2an di kotak yang di situ." Kalau anak bisa melakukan sesuai instruksi, berarti anak menguasai kosakata dalam instruksi tersebut. Berarti kemampuan bahasa reseptifnya berkembang
    • anak juga bisa diajari kata per kata dahulu. Contohkn pengucapannya dengan jelas ("mi-num", "mo-bil", dll), dan minta anak ulangi. Kalau anak bisa mengimitasi (meniru)nya walaupun dengan pelafalan yang belum sempurna, menurut saya di usia 2-2,5 tahun ini anak masih sangat mungkin untuk berkembang lebih baik.
    • Untuk belajar bahasa kedua (menjadi anak yang bilingual), setahu saya sebaiknya diajarkan saat anak sudah memiliki dasar yang cukup kuat di bahasa ibu/bahasa pertamanya. Konsistensi dalam penggunaan bahasa juga penting, misalnya kalau anak sedang mulai belajar bahasa inggris sebagai bahasa kedua:
    • kalau berbicara bahasa indonesia, satu kalimat utuh dalam bahasa indonesia. Kalau bahasa inggris, satu kalimat utuh bahasa inggris. Misalnya, "Ini kucing. Bahasa inggrisnya, cat. This is a cat.". Bukan mencampur2kan kata-kata beda bahasa dalam satu kalimat, seperti "adek mau pakai cheese ga?" (Seharusnya pakai kata "keju", atau seluruhnya pakai bahasa inggris saja), atau "lihat dek, ada fish" (seharusnya "ikan" atau sekalian "look, it's a fish"
    • bertanya dalam bahasa inggris dan menjawab juga dalam bahasa inggris, begitu juga dengan bahasa indonesia

      Sejauh ini dari pengalaman dan literatur yang saya baca, mendengar lagu anak2 berbahasa inggris tidak lantas membuat anak bingung bahasa. Justru anak sebenarnya bisa belajar untuk mendengar bahasa lain dan melafalkannya. Yang bisa membuat bingung bahasa justru adalah kalau anak tidak tahu kata yang didengarnya itu bahasa yang mana. Ini sangat dipengaruhi oleh bahasa yang digunakan sehari-hari di lingkungannya. Jadi walaupun mendengar lagu bahasa inggris, anak tetap bisa diajak belajar dalam bahasa indonesia, lagu tersebut tentang apa. Faktor penting dalam mengajarkan bahasa baru pada anak adalah contoh yang diberikan oleh orang dewasa di sekitarnya, dan adanya "sparing partner" untuk anak belajar berkomunikasi menggunakan bahasa itu dengan konsisten.
      Di sekolah tempat saya mengajar dulu, sampai usia 3 tahun anak belum didorong untuk diperkenalkan bahasa baru (dalam hal ini bahasa inggris). Hal ini dikarenakan anak juga baru mulai belajar bahasa pertamanya, terutama struktur kalimat dan tata bahasa. Saat usia 3 tahun pun, setiap kata atau kalimat pendek dalam bahasa inggris akan langsung dijelaskan bahasa indonesianya. Kalau saya bertanya dalam bahasa indonesia dan anak menjawab dalam bahasa inggris, saya akan mengulangi pertanyaan sampai anak mengerti bahwa saya sedang bicara dalam bahasa yang mana. Mudah2an jawabannya membantu ya
    1. aslm.mba saya mau tanya...
      Pernah saya baca tapi lupa dimana ya.hehe.kita tak perlu khawatir u masalah minimnya perbendaharaan kosakata dan kejelasan bicara hingga pada saat usia 3 tahun.apakah itu benar???soalnya dulu tante saya pernah bertanya begitu.lantas saya jawab saja begitu dan menyarankan u menstimulusnya dg bermain kartu flash,melihat n membacakan buku,disetiap aktivitas ortunya terutama aktivitas bundanya dikasih tau benda dan namanya,dan perlu juga anak diajak ke teman2 sepermainannya u belajar bersosialisasi dan kata2 baru.apakah yg saya sampaikan benar atau harus bagaimana ya,stimulus apa yg tepat???lantas jika stimulus ini sdh dijalankan namun sianak belum menampakkan kemajuan dlm berbahasa diusianya 3 tahun.apa yang musti dilakukan?menunggu sampai usianya 4 tahun dan tetep dg sabar dg stimulus sprt itu atau harus konsultasi atau terapi kemana ya bun???usia anak tante saya memnag waktu itu baru 2 tahun.tapi worry karena anak lain seusianya sdh mulai jelas pelafalan bahasanya Terimakasih (Puji,tangerang)
      Jawab:
      Dari jawaban di pertanyaan sebelumnya, mungkin bisa sedikit dapat gambaran ya bun. Seorang dosen saya yang ahli sistem syaraf pada anak, pernah bilang kalau ada sekitar 5% anak yang terlambat bicara, namun akan menyusul kalau ia sudah matang (ingat materi tentang faktor kematangan). Ada anak yang sebelum usia 24 bulan sudah lebjh dulu mulai bicata, namun ada juga anak yang di usi 27 bulan baru mulai keluar banyak bicaranya. Jadi bila usia anak masih 2 tahun lewat sedikit, tidak apa-apa. Namun, sejauh yang saya tahu, batas usia yang bisa di"toleransi" adalah 2,5 tahun. Di usia 3 tahun, normalnya anak sudah punya cukup banyak kosakata untuk berkomunikasi, sudah bisa diajak melakukan percakapan sederhana bolak-balik, dan mampu berinisiatif untuk mengungkapkan pikirannya duluan, walaupun tentunya masih dibantu gestur. Bila anak sampai usia 2,5 tahun anak belum mulai menunjukkan kemampuan tersebut, mungkin diperlukan pendapat para ahli, seperti psikolog anak atau dokter tumbuh kembang/spesialis anak.
      Keterlambatan perkembangan bahasa ekspresif (berbicara) ini juga bisa dipengaruhi oleh faktor fisik, seperti kondisi otot oral (mulut), syaraf, dan lain-lain. Oleh karena itu dibutuhkan konsultasi dengan para pakar terkait, supaya dilakukan pengamatan dan asesmen yang komprehensif. Kalau usia anak baru 2 tahun, stimulasi seperti yang bunda sebutkan tadi sudah tepat. Selanjutnya orangtua perlu terus memantau perkembangan anak dan kalau bisa membuat semacam rekaman atau catatan perkembangan bahasanya. Mudah2an jawabannya membantu ya
    2. Saya mau tanya tentang anak saya yang sepertinya mengalami speech delay. Kesimpulan tersebut saya ambil setelah baca info di internet  seperti jumlah kata yang dimiliki anak saya masih sedikit sekitar 5 kata di usia hampir 2 tahun (23 bulan). Selain itu jika dibandingkan dengan teman sebaya nya terbilang lebih lambat dalam hal bahasanya. Akan tetapi anak kami sudah mengerti instruksi dan bila menginginkan seauatu sudah bisa menggunakan bahasa isyara. Ada teman menyatakan hal tersebut biasa terjadi pada anak laki yang mememang  perkembangan bahasa lebih lambat dari anak perempuan? perlukah kami membawanya konsul ke tumbuh kembang anak di RS? (Anna, Bogor)
      Jawabannya serupa dengan pertanyaan nomor sebelumnya ya bun. Apalagi usia anak masih 23 bulan. Bisa mengucapkan 5 kata di usia itu juga setahu saya termasuk normal. Ada anak-anak yang di usia yang sama baru bisa mengucapkan 3 kata, namun beberapa bulan berikutnya terjadi peningkatan kosakata yang signifikan karena organ bicara anak juga sudah lebih matang.
      Selain itu, dari keterangan bunda terlihat bahwa kemampuan bahasa reseptif anak cukup baik. Kalau memungkinkan, saya boleh minta link artikelnya? :)
      Untuk saat ini, bunda bisa terus menstimulasi anak dengan mengenalkan kata sedikit demi sedikit, seperti yang sudah saya bahas tadi. Terutama, minta anak untuk mengulangi kata yang didengarnya. Semoga jawabannya membantu ya
      Kalau untuk kecepatan kematangan dalam perkembangan, anak laki-laki dan perempuan memang memiliki keunikan tersendiri. Seingat saya ada literatur yang mengatakan bahwa anak perempuan cenderung lebih cepat berkembang di bahasa dan motorik halus, namun saya lupa juga di buku yang mana. Jadi PR saya dulu ya bun,, mudah2an nanti bisa saya share lagi. Mudah2an jawabannga membantu
      Selain itu ya distimulasi dengan banyak praktik bicara. Jadi untuk anak usia 2-4, terutama 2-3 tahun, justru bagus kalau anak "cerewet". Banyak bicaranya bisa diarahkan jadi lebih produktif dengan latihan menyebut beragam kata baru
      Nah, kalau di situasi yang anak usia 3 tahun perkembangan bicara (bahasa ekspresif)nya terlihat terlambat, pemeriksaan dari ahli diperlukan utk bisa mengenali penyebabnya. Bisa jadi memang anak kurang stimulasi (ini faktor asuhan). Saya pernah punya murid yang selama 2,5 tahun jarang diajak bicara oleh orang2 di rumahnya. Ia cuma main sendiri, nonton tv, dan lain2 yg tidak perlu banyak bicara. Umur 3,5 tahun dia baru bisa mulai bicara beberapa kata dengan stimulasi dari guru. Padahal dari hasil pemeriksaan, organ bicara (oral motor) tidak ada gangguan bawaan.
      Tapi ada juga anak2 yg mengalami kondisi biologis (ini faktor bawaan) di mana organ bicara (otot sekitar mulut dan rahang) terganggu, sehingga produksi suara terhambat. Ini disebut apraxia. Untuk kondisi seperti ini, anak membutuhkant penangan khusus dari ahli, di antaranya patologi wicara (speech pathologist) untuk memperbaiki kondisinya.. Makanya, asesmen (pemeriksaan) diperlukan utk tahu persis faktor penyebab hambatan bicaranya apa

    [4:11 09/07/2015] Emassayang: Jazakillah khoir, Kiki... 😍😍
    Berdasarkan jawaban Kiki, kemampuan berbicara pada anak berkaitan erat dgn kekuatan otot mulut sang anak ya, Ki. Jadi, Bunda2 yg merasa buah hatinya masih minim kosa kata, bisa menstimulasi si kecil juga dgn permainan yg berhubungan dgn gerakan mulut, seperti meniup: meniup lilin, meniup peluit, senam wajah, mengisap, mengunyah, lomba makan krupuk jg bisa (tp makannya sambil duduk ya), bermain ekspresi: pedas, manis, panas, dll yg intinya membuat si kecil menggerakkan rahang mulutnya..
    Semangat menstimulasi si kecil, Bunda2 solihah ✊
    [4:30 09/07/2015] X3 Kiki: Iya rah 👍
    Selain itu ya distimulasi dengan banyak praktik bicara. Jadi untuk anak usia 2-4, terutama 2-3 tahun, justru bagus kalau anak "cerewet". Banyak bicaranya bisa diarahkan jadi lebih produktif dengan latihan menyebut beragam kata baru
    Nah, kalau di situasi yang anak usia 3 tahun perkembangan bicara (bahasa ekspresif)nya terlihat terlambat, pemeriksaan dari ahli diperlukan utk bisa mengenali penyebabnya. Bisa jadi memang anak kurang stimulasi (ini faktor asuhan). Saya pernah punya murid yang selama 2,5 tahun jarang diajak bicara oleh orang2 di rumahnya. Ia cuma main sendiri, nonton tv, dan lain2 yg tidak perlu banyak bicara. Umur 3,5 tahun dia baru bisa mulai bicara beberapa kata dengan stimulasi dari guru. Padahal dari hasil pemeriksaan, organ bicara (oral motor) tidak ada gangguan bawaan.
    Tapi ada juga anak2 yg mengalami kondisi biologis (ini faktor bawaan) di mana organ bicara (otot sekitar mulut dan rahang) terganggu, sehingga produksi suara terhambat. Ini disebut apraxia. Untuk kondisi seperti ini, anak membutuhkant penangan khusus dari ahli, di antaranya patologi wicara (speech pathologist) untuk memperbaiki kondisinya. Makanya, asesmen (pemeriksaan) diperlukan utk tahu persis faktor penyebab hambatan bicaranya apa.

  2. 1 komentar:

    1. Yuli Yuliani mengatakan...

      Mbak.. Untuk join komunitas WAG Rumah Main Anak bagaimana y? Jazakillah

    Posting Komentar