Rss Feed

  1. Kuliah WhatsApp Grup Rumah Main Anak
    Hari, tanggal : Rabu, 24 Juni 2015

    Nama pemateri : Chairunnisa Rizkiah, S.Psi.
    Di resume oleh : Siti Dewi Rochimah

    Seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya, berdasarkan jenis otot yang digunakan keterampilan motorik dibagi menjadi motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan motorik halus (fine motor skills) berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot-otot ujung jari serta koordinasi mata dan tangan (hand-eye coordination). Tubuh lain yang terlibat dalam kegiatan motorik halus adalah pergelangan tangan, lengan, sampai pangkal lengan atas dan bagian sendi di bahu. Mengapa keterampilan motorik halus penting untuk dipelajari anak, terutama di usia prasekolah dan usia 2 tahun yang merupakan masa transisi menuju usia prasekolah? Ada sejumlah pertimbangan tentang urgensi keterampilan motorik halus yang saya rangkum dari berbagai sumber:

    1. Keterampilan motorik halus dibutuhkan anak untuk melakukan self-care (rawat diri). Contohnya, memakai dan melepas pakaian, makan dan minum, membersihkan diri (mencuci tangan, menyikat gigi, mandi).
    2. Penguasaan keterampilan dalam menggunakan tangan akan menjadi bekal bagi anak untuk mempelajari hal-hal baru lainnya yang ia butuhkan dalam perkembangannya. Kalau saya perlu menyebutnya dengan istilah yang agak lebih keren, keterampilan tersebut menjadi “stepping stone” bagi perkembangan anak di tahapan usia berikutnya. Contohnya adalah kemampuan anak untuk menggunakan stationery (pensil, gunting, penghapus, dll), akan menjadi modal untuk ikut serta dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Tidak kalah penting, kreativitas dan imajinasi anak juga semakin berkembang dengan beragamnya kegiatan yang dapat ia lakukan.
    3. Berkaitan dengan perkembangan kognitif anak. Kegiatan motorik halus juga melibatkan kemampuan persepsi visual dan kemampuan analisa, misalnya mengamati ciri-ciri fisik benda (warna, ukuran, bentuk), menemukan benda yang tepat, mencari benda yang sama dan berbeda, dan lain-lain. Kemampuan problem solving anak juga dilatih melalui kegiatan-kegiatan yang semakin lama semakin bertambah tingkat kesulitannya. Contohnya, awalnya anak diminta mengambil kancing yang ukurannya cukup besar. Lama-kelamaan, kancing yang diberikan semakin kecil. Dari tantangan yang ia hadapi, anak belajar bahwa untuk mengambil benda yang lebih kecil, ia perlu menjepit benda itu lebih kuat dengan ujung-ujung jarinya, dan ia mungkin hanya perlu menggunakan jari jempol dan telunjuk.
    4. Berkaitan dengan perkembangan psikososial anak. Seperti yang pernah saya tulis tentang perkembangan anak usia 2-4 tahun secara umum, di usia tersebut anak mulai membangun kemandirian. Dengan lebih banyak keterampilan rawat diri, eksplorasi, dan problem solving, anak juga akan lebih percaya diri terhadap kemampuan dirinya.

    Ada banyak sekali jenis kegiatan yang membutuhkan keterampilan motorik halus. Berikut adalah sebagian di antaranya:
    Anak usia 2 tahun
    • Bertepuk tangan
    • Mengenggam benda dengan erat, dengan dua tangan atau satu tangan. Contohnya, memegang gelas minuman
    • Mulai belajar memegang benda dengan ujung jari (menjumput)
    • Menggambar dengan jari (finger painting) dengan cat
    • Melakukan aktivitas manipulasi dengan alat tulis: membuat coretan (scribble)
    • Membalik halaman buku dari ujung lembar kertas
    • Menutup dan membuka wadah, seperti kotak, lemari, dan laci
    • Menyusun balok ke arah atas (membentuk menara)
    • Membentuk adonan, paling mudah playdough
    • Memasukkan benda ke dalam lubang sesuai dengan bentuknya
    • Memutar gagang, misalnya anak memutar pedal sepeda dengan tangan dan menarik gagang pintu

    Anak usia 3-4, selain dapat melakukan kegiatan-kegiatan di atas, juga sudah mulai menguasai kemampuan berikut:
    • Memasukkan tali atau benang ke dalam lubang, misalnya meronce manik-manik/sedotan dan lacing. Lacing ini dilakukan dengan cara membolongi permukaan benda (misalnya piring plastik, karton, atau papan) dengan lubang-lubang yang cukup banyak, lalu anak ‘menjahit’ benang melewati lubang-lubang tersebut.
    • Melakukan aktivitas manipulasi dengan alat tulis: menelusuri garis dengan alat tulis (tracing), meniru gambar bentuk dasar (misalnya kotak, segitiga, lingkaran). Sebagian anak juga mulai menulis beberapa huruf capital yang mudah (misalnya I, A, O, T, L)
    • Mengambil dan menyusun potongan-potongan puzzle sederhana, mulai dari puzzle 4 pieces
    • Menggunakan peralatan makan (sendok dan garpu, di budaya tertentu belajar menggunakan sumpit)
    • Menggunakan gunting, menggunting dengan mengikuti garis tanpa terputus
    • Menempelkan benda ke permukaan material seperti kertas dan papan
    • Memasang dan melepas kancing, membuka dan menutup resleting, memasang dan membuka velcro

    Hal yang perlu diperhatikan dalam perkembangan motorik halus anak:
    1. Anak belajar untuk menguasai keterampilan secara bertahap. Semakin lama, kualitasnya meningkat dan kegiatannya menjadi lebih kompleks. Saya ambil contoh yang paling sering ditanyakan oleh orangtua: menggunting dan menulis.
      Sebelum anak dapat menggunakan gunting, anak perlu belajar merobek kertas. Merobek kertasnya bukan dengan menariknya ke arah samping, tapi menggunakan ujung-ujung jari jempol dan telunjuk (kadang jari tengah juga) untuk merobek kertas ke arah depan dan belakang. Anak juga perlu belajar menggerakkan pergelangan tangannya saat memegang benda. Menggunting membutuhkan keterampilan di kedua belah tangan, yang satu menggerakkan gunting dan yang lain memutar kertas. Selanjutnya anak mulai belajar menggunting garis-garis lurus yang pendek, misalnya di ujung-ujung kertas (membuat ‘renda’ di ujung kertas). Barulah anak mulai menggunting garis yang lebih panjang dan beragam, dan terakhir menggunting bentuk.
      Menulis tidak hanya membutuhkan keterampilan jari, melainkan juga otot-otot lengan, bahkan sampai ke persendian bahu. Oleh karena itu, akan lebih baik bila anak mulai menulis/menggambar di permukaan yang luas daripada langsung menggambar di kertas ukuran kecil (A4 atau lebih kecil). Anak akan belajar mengontrol gerakan di persendian bahu dan lengannya. Kalau selalu menggambar di kertas kecil, gerakan otot-otot tersebut justru terbatas dan anak bisa cepat lelah. Makanya bagi anak-anak, lebih seru mencoret-coret papan tulis besar atau dinding karena lebih luas. Jreng jreng, jangan panik ya…Selain itu, anak juga tidak akan tiba-tiba langsung menulis huruf. Ia akan mulai dari membuat coretan acak (scribble), yang makin lama makin jelas bentuknya. Selanjutnya anak bisa mulai mengikuti titik-titik (tracing) garis atau bentuk sederhana (kotak, lingkaran, segitiga). Lama-kelamaan, orangtua bisa mencontohkan cara menggambar bentuk sederhana lalu anak menirunya tanpa tracing. Bila anak sudah menguasai kemampuan meniru gambar bentuk ini, ia akan siap untuk belajar menulis huruf dan angka. Huruf dan angka itu juga adalah bentuk, kan.
    2. Pada usia 2-4 tahun, biasanya anak mulai terlihat lebih sering menggunakan tangan tertentu untuk memegang benda. Di sini, mulai muncul handedness, yaitu pilihan tangan yang dominan dan lebih nyaman bagi anak. Sebagian besar anak memilih tangan kanan, namun ada juga yang lebih baik kualitas kerjanya bila menggunakan tangan kiri. Bila orangtua memiliki nilai tertentu, seperti misalnya dalam Islam hal-hal baik seharusnya dilakukan dengan tangan kanan, di usia ini anak masih bisa dilatih untuk lebih banyak menggunakan tangan kanan untuk menggambar, makan, dan lainnya. Tentunya dengan tetap memperhatikan kenyamanan anak.
      Ada begitu banyak jenis material yang dapat digunakan untuk membantu anak bereksplorasi dan mengembangkan keterampilan motorik halusnya. Bahan-bahan yang bisa digunakan tidak hanya produk perusahaan mainan, namun juga yang sering ditemui sehari-hari seperti tepung, garam, pewarna makanan, kerikil, daun-daunan, dan lain-lain. Ibu-ibu di sini sudah super keren lah kalau urusan pemanfaatan bahan. Namun demikian, keamanan bahan-bahan tersebut juga perl diperhatikan. Misalnya, untuk krayon, cat, pensil warna, lem, clay playdough pastikan bahannya nontoxic dan kalau bisa diusahakan beli yang mudah dicuci (washable). Hindari memberikan krayon yang sudah sangat pendek atau bagian mainan yang terlalu kecil pada anak yang masih kecil, terutama yang masih suka memakan apa saja. Di label mainan biasanya ada peringatan “choking hazard”, benda mudah tertelan. Untuk ibu yang suka mengajak anak memasak bersama, tempatkan anak di jarak yang aman dari kompor, tabung gas, benda tajam, atau benda-benda yang bisa jatuh. Bahan makanan yang masih mentah juga tidak semuanya aman dimakan, misalnya adonan yang mengandung telur mentah. Untuk anak usia 2-3 tahun, penggunaan gunting juga masih perlu sangat diawasi. Murid saya dulu ada yang pernah menggunting rambut temannya, padahal gurunya cuma lengah beberapa detik

    Terakhir, saya ingin share dua link website yang sangat saya sukai. Di website ini ada banyak ragam kegiatan untuk anak, dan bahan-bahannya secara umum mudah didapatkan. Untuk keterampilan motorik halus, linknya langsung ke sini:
    Semoga bermanfaat

    Tanya Jawab
    1. Bagaimana dengan anak-anak yg mengalami hambatan motorik baik kasar maupun halusnya di masa kecil,atau kurang stimulasi dari orangtuanya?pernah dengar bisa berefek pada konsentrasi anak di saat dewasa dan juga yg lainnya,benarkah..bagaimana mengejar ketertinggalan anak yg mengalami hambatan tadi,tahapannya bagaimana? (Widi, depok)
    2. Tertarik dgn yg mbak kiki sampaikan ttg skill anak yg dikuasai bertahap, selain contoh yg mbak kiki sampaikan, blh mnt referensi yg mungkin bs jd rujukan utk tahu lebih luas ttg tahapan2 ini, krn trkait dgn penyediaan aktvts anak jg kan ya.. Sy smpt sediakan botol air mineral dan pasta utk dimasukkan, komen bbrp tmn sy, aktvts tsb harusnya nanti. Khawatir malah akan buat frustated, katanya. Jadi sy pkir perlu tw urutan tahapannya jg.. (Wafy, Cairo)

      Jawab: Dua pertanyaan ini saling berhubungan. Saya coba jelaskan dulu penyebab hambatan dlm perkembangan motorik ya. Hambatan perkembangan (dalam berbagai aspek) bisa disebabkan oleh faktor bawaan (nature) atau faktor pengasuhan (nurture). Kurangnya stimulasi dan kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan adalah faktor pengasuhan. Anak bisa terlihat "terlambat" dlm perkembangan motoriknya, bukan karena ia tidak punya kapasitas utk belajar tapi karena ia belum pernah dapat kesempatan utk belajar. Saya pernah punya murid usia 4 tahun yang belum bisa menggunakan gunting sama sekali. Saya coba minta dia merobek kertas, ternyata dia juga kesusahan. Tapi hambatan yang dihadapi anak itu disebabkan ibunya sangat protektif dan takut anaknya kenapa-kenapa. Saya ajari dia merobek kertas dengan ujung-ujung jari, saya minta dia perhatikan baik-baik waktu saya merobek kertas lalu dia coba sendiri sambil didampingi. Ternyata anak itu cepat sekali menguasai keterampilan baru tersebut. Selama ini dia hanya belum pernah terekspos kepada kegiatan-kegiatan yang bisa menstimulasi keterampilannya. Jadi, kalau sebelumnya kurang stimulasi, mulai sekarang beri lebih banyak kegiatan yang menstimulasi dengan tingkat kesulitan yang bertahap. Anak mulainya memang terlambat, tapi kalau secara fisik dan kognitif dia memang sebenarnya sudah siap (ingat materi tentang kematangan/maturity) insyaAllah anak akan bisa belajar.
      Ada pula anak-anak yang terhambat perkembangan motoriknya karena faktor bawaan. Misalnya, anak yang memiliki kendala bawaan dalam ketajaman visual (mata rabun bawaan, astigmatis, dll) yang membuat anak kesulitan memperkirakan jarak dan lokasi benda secara akurat. Atau anak dengan gangguan vestibular (di telinga) yang membuatnya sulit menjaga keseimbangan. Atau, anak ADHD yang memiliki kendala dalam mengontrol impuls untuk bergerak. Untuk mengecek apakah anak mengalami hambatan  perkembangan motorik karena faktor bawaan, perlu pemeriksaan dari pakar, misalnya dokter anak, terapis (di antaranya terapis sensori-integrasi), dan psikolog. Saya juga menyarankan ortu untuk menyimpan semacam jurnal perkembangan anak, terutama dengan video kalau untuk perkembangan motorik. Kalau dirasa butuh pendapat dari pakar perkembangan anak karena ada perilaku yang dirasa kurang "pas" dengan tahapan perkembangannya, jurnal itu bisa jadi referensi informasi.
      Sejauh ini saya belum menemukan literatur atau penelitian yang khusus meneliti hubungan hambatan/keterlambatan perkembangan motorik dengan konsentrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya konsentrasi itu sendiri di antaranya adalah kondisi bawaan/internal, situasi lingkungan (suara berisik/tenang, ada yang mengajak ngobrol atau tidak, suhu terlalu panas/dingin, suasana menyenangkan/tegang, dll), dan motivasi. Mungkin motivasi ini yang paling dekat utk menjawab pertanyaan di atas ya. Kalau anak tidak bisa atau tidak terampil melakukan sesuatu (dalam hal ini keterampilan motorik halus, misalnya) bisa jadi ia akan tidak tertarik dan ingin cepat-cepat selesai saja. Dulu saya punya murid yang tidak suka melakukan kegiatan dengan alat tulis (menggambar, mewarnai, menempel) jadi dia maunya cepat selesai dan seadanya saja kalau ada kegiatan menggambar. Kita juga perlu paham bahwa anak tidak harus mahir di semua bidang. Apa yang kurang berkembang pada tahapan usianya memang bisa distimulasi dan dilatih, namun jangan sampai juga anak merasa dipaksa dan dituntut terlalu banyak. Terutama di usia dini, anak justru butuh untuk menganggap dirinya mampu dan terampil, bukan sebaliknya.
      Kalau untuk tahapan, karena kegiatan motorik halus sangat banyak dan beragam , saya pribadi pakai aturan "cari tahu kemampuan anak saat ini lebih dulu". Kalau dalam kegiatan yang diberikan untuk anak saat ini tingkat keberhasilannya rendah, bisa dibilang anak belum menguasai keterampilan yang diperlukan di situ. Misalnya, anak diberi pasta dan botol air mineral, lalu anak diminta memasukkan pasta ke dalam botol. Anak bisa memegang pasta dengan baik, tapi kesulitan karena mulut botol kecil. Botol yang mulutnya kecil bisa diganti dulu dengan wadah yang mulutnya lebih lebar, misalnya gelas. Setelah anak berhasil, barulah tingkat kesulitannya dinaikkan. Karena anak sudah punya pengalaman berhasil sebelumnya, di otaknya anak punya rekaman informasi yang diperlukan untuk problem solving di situasi yang mirip. Contoh lainnya, meronce. Kalau anak masih kesulitan meronce dengan benang/tali yang lemas, coba dulu dengan spageti atau lidi yang kaku. Jadi anak belajar dulu keterampilan memasukkan lidi ke lubang. Memasukkan benang ke lubang lebih sulit karena anak harus menahan benangnya juga supaya tidak jatuh. Tidak apa-apa mundur satu langkah supaya anak lebih baik dalam belajar keterampilan barunya. Selain itu anak akan lebih percaya diri untuk menghadapi tantangan berikutnya karena dia sudah pernah berhasil. Semoga menjawab dengan cukup jelas ya 
    3. Si KK sekarang sdg suka menggunting, kalau dirumah saya suka biarkan dia mengunting2 kertas (dibwh pengawasan saya), cuma klo d tempat kakeknya... wah... hebohhh baru megang aja kakeknya sdh teriak2. saya harus gmn ya ?(Nia, karawaci)
      Jawab: Wah, untuk urusan pola asuh ortu vs pola asuh kakek-nenek ini yg udah punya anak pasti lebih berpengalaman ya Kalau kakek cemas itu wajar bun, kan cucu yang disayangi. Apalagi kalau umurnya memang masih kecil (2-3 tahun) dan belum sekolah. Anak umur 2 tahun memang masih jarang menggunakan gunting karena genggamannya belum cukup kuat, tapi anak usia 3 tahun sudah mulai bisa. Guntingnya mungkin bisa diganti dengan gunting plastik khusus anak-anak. Gunting seperti itu bisa memotong kertas tapi jauh lebih aman daripada gunting besi. Selain itu, justru kegiatannya bisa disiapkan dulu supaya kakek bisa lihat ada tujuan yang jelas dari kegiatan menggunting itu. Misalnya, di kertas yang akan digunting sudah digambari garis-garis (lurus, zig-zag, lengkung). Atau kalau anak sudah bisa menggunting bentuk sederhana (lingkaran, kotak, segitiga) bisa digambari bentuk-bentuk. Kakek justru diajak melihat, dijelaskan kalau anak sudah bisa melakukan ini dan mau ditunjukkan ke kakek.  "Ini loh kakek, kakak mau gunting bentuk ini terus ditempel", atau "kakak sekarang udah bisa gunting ngikutin garis nih. Mau ditunjukin ke kakek." Tidak perlu langsung banyak yang digunting, minimal kakek jadi cukup tahu kalau cucunya memang sudah bisa pakai gunting dengan aman. Mungkin tips dari saya, jangan ikut panik kalau kakek mulai panik #pengalamanpribadidenganortumurid
      Siapa tahu malah bentuk2 yang digunting tadi bisa ditempel di karton, terus dijadikan kartu ucapan untuk kakeknya :)
      Ada 2 pertanyaan lagi yg ga langsung tentang motorik halus, tapi berhubungan juga. Ini nyambungnya ke perkembangan kognitif. InsyaAllah saya jelaskan lebih lanjut di materi perkembangan kognitif nanti #promosi
    4. Salah gak sih mba klo aku ngajarin si kk (2th 6bln), dimulai dr konsep. Misalnya bikin PlayDough. Aku ajarin bgmn nuang terigu smp bagaimana cara mengaduk. baru sama2 bikin bentuk bulat seperti donat dan kotak (Nia, karawaci)
    5. Dlm aktvts bermain dg anak seumur ini, apkh perlu koreksi jk ditemukan salah, misal saat keliru matching gambar atw warna? Bgmn cr mngkoreksi yg benar mbak, apkh lgsg saat itu atau let go sj dan koreksi di akhir? (Wafy, Cairo)
      Jawab: Kegiatan yg bunda nia lakukan itu keren banget kok, Anak usia 2-4 tahun akan belajar banyak dari contoh dan peragaan. Berarti selain bikin bentuk-bentuk dari playdough, ada kegiatan menuang dan mengaduk adonan ya bun. Selain itu anak juga jadi belajar tentang urutan (sequence) peristiwa. Dari tepung >> campur-campur >> aduk >> jadi bisa dibentuk. Mungkin sambil melakukan kegiatan, anak bisa ditanya tentang kegiatan yang baru saja dilakukan. Misalnya, "tepungnya tadi kita apain ya?", "tadi ada apa aja ya buat bikin adonan ini?"  Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa menggali sampai mana anak memahami kegiatan yg dia lakukan, selain itu bisa menstimulasi perkembangan bahasanya juga
      Untuk mengkoreksi kesalahan anak (saya lebih suka menyebutnya "memberi feedback/umpan balik/masukan"), saya akan bilang jawabannya fleksibel. Ada kegiatan-kegiatan yang anak lebih baik selesaikan dulu baru diberi feedback. Misalnya, menggambar, mewarnai, dan kegiatan-kegiatan lain yang biasanya anak kerjakan sendiri sampai selesai. "Wah, mewarnainya sudah semuanya ya. Baguuus  eh tapi lihat deh, yang di ujung-ujung sini kayaknya masih belum diwarnai" atau "tapi kalau di pinggir-pinggir, nanti kita coba ngewarnainnya pelan-pelan biar ga keluar garis ya."
      Tapi waktu anak mencoba kegiatan memasukkan bentuk segi empat ke dalam lubang yang bentuknya lingkaran, feedback bisa diberikan langsung. "Coba lihat, bentuknya sama ga? Yang ini bentuknya apa? Coba cari yang bentuknya." Karena kalau anak tidak berhasil di tugas yang pertama, dia tidak bisa lanjut ke tugas berikutnya.
      Nah, untuk aktivitas seperti mencocokkan warna dan gambar pun, bisa jadi feedback perlu diberikan langsung atau ditunda sampai anak selesai. Kalau anak mengelompokkan bermacam-macam benda sesuai warna, nanti di akhir kelihatan sendiri kalau ada benda yang salah tempat karena warnanya beda sendiri. Akan lebih mudah memberi feedbacknya dan anak juga bisa lihat. Tapi kalau anak diminta meronce dengan pola warna, misalnya merah-kuning-merah-kuning, kalau ada satu kali warna yang diambil salah, selanjutnya polanya akan salah di tengah. Yang seperti ini biasanya saya langsung beri feedback. Feedback ini juga kan isu sensitif utk anak. Mungkin yang perlu dipertimbangkan untuk timing-nya adalah apakah kegiatan anak akan terganggu (misalnya dia sedang asyik-asyiknya menyortir benda), atau anak justru bisa langsung lebih paham tujuan kegiatannya dan melakukan lebih baik. Kalau kemungkinannya yang pertama, mungkin lebih baik tunggu dulu. Kalau kemungkinannya yang kedua, feedback bisa diberikan sambil kegiatan berjalan.
      Khusus untuk pengenalan warna, insyaAllah dibahas di perkembangan kognitif ya


  2. 4 komentar:

    1. Unknown mengatakan...

      info yang sangat bermanfaat mom, Ijin SharE Ya https://goo.gl/LOaU3U

    2. Unknown mengatakan...

      Ijin SharE Ya http://bit.ly/2ozJicL

    3. Unknown mengatakan...

      sangat inspiratif, trims ya bunda !

    4. Unknown mengatakan...

      Inspiratif dan informatif.. Terimakasih bunda..

    Posting Komentar