Rss Feed
  1. Perkembangan Anak Usia 2-4 Tahun

    Minggu, 16 Agustus 2015

    Resume Materi Grup WhatsApp Rumah Main Anak
    Kamis , 11 Juni 2015

    Pemateri : Chairunnisa Rizkiah, S.Psi
    Pemandu diskusi : Anna Filantyana

    Menurut saya pribadi, perkembangan di usia 2-4 tahun itu paling menakjubkan. Di rentang usia ini, benar-benar terasa kalau anak bukan lagi bayi yang masih kecil dan sudah siap untuk belajar lebih banyak hal baru.
    Umumnya dalam ilmu perkembangan, anak rentang usia sampai 36 bulan masih disebut toddler. Toddler itu kurang lebih artinya berjalan dengan masih pelan-pelan dan masih berusaha menjaga keseimbangan. Mirip-mirip pinguin gitu, hehe. Kalau di Indonesia, kita lebih kenal istilah batita (bayi di bawah tiga tahun). Di usia ini, perkembangan motorik yang paling menonjol bisa dikatakan adalah keseimbangan anak sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Di usia 2 tahun umumnya anak sudah bisa berlari dan melompat-lompat. Dalam aspek kognitif, perubahan paling signifikan dibandingkan usia sebelumnya adalah perkembangan bahasa.

    Anak di usia 2-3 tahun mempelajari banyak kata-kata baru dan mulai berusaha berbicara. Anak usia 2 tahun sudah bisa bicara dengan 1 atau 2 kata sederhana, selanjutnya berkembang jadi kalimat sederhana dgn 2-3 kata. Sedangkan dalam aspek psikososial, anak sudah mulai berinteraksi dengan anak lain dan terlibat dalam kegiatan bermain. Anak tidak lagi hanya mengenal anggota keluarga tapi juga mulai melakukan kegiatan dengan teman sebaya. Atau setidaknya anak mulai memperhatikan anak lain saat bermain dan menunjukkan ketertarikan. Ada juga anak yang akan lebih dulu menyapa orang lain.
    Usia 3-5 tahun sudah masuk ke masa early childhood (masa kanak-kanak awal) atau disebut juga masa prasekolah. Di usia ini anak-anak biasanya sudah mulai terpapar dengan kegiatan yang berhubungan erat dengan akademik, misalnya memegang alat tulis, mengenal simbol (huruf, angka, dll) walaupun tidak harus selalu diikutkan ke sekolah formal. Kematangan motorik, kognitif, dan psikososial pada anak di usia 3-5 tahun ini menunjang kesiapannya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.
    Perkembangan motorik kasar dan motorik halus di usia 3-4 tahun ini semakin baik. Pada usia ini, otot anak lebih kuat, keseimbangan lebih baik, dan ditunjang perkembangan kognitif yang lebih advanced sehingga ia bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang sebelumnya masih sulit untuknya. Contoh kegiatan motorik kasar adalah belajar naik sepeda, belajar memakai pakaian sendiri, naik-turun tangga, lari dan lompa. Contoh kegiatan motorik halus adalah belajar memegang peralatan makan, mengambil benda kecil dengan ujung jari, membuat coreran-coretan dan meniru bentuk, serta menggunakan gunting dan lem. Dalam aspek psikososial, anak lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya atau anak-anak lain. Karena perkembangan bahasa mereka juga sudah lebih baik, anak sudah bisa mulai berkomunikasi secara verbal untuk menyampaikan isi pikirannya. Anak juga mulai mengembangkan kemandirian dalam melakukan kegiatan, terutama dalam keterampilan-keterampilan baru yang ia sudah pelajari seperti makan sendiri, berpakaian sendiri, dan mengambil barang sendiri. Dengan kemampuan kognitifnya, anak juga sudah bisa mulai diperkenalkan dengan aturan yang berlaku.

    Tanya Jawab
    1. Bagaimana dg anak usia 2 tahun yang sering mendapatkan ledekan (karena saking gemesnya ada kakak yg suka ngeledek, sampai anaknya nangis2, misal bantal punya dia di ambil,di tidurin, anaknya minta sampai nangis dan teriak belum di berikan juga,anaknya lagi pegang seauatu langsung di rebut,dll) apakah akan mempengaruhi anak tersebut,baik dampak buruk sekarang ataupun nanti ketika dewasa? Nur , depok
      Jawaban :
      Di situasi ini ada 2 orang anak ya bun, si adik dan si kakak. Kalau boleh tahu, beda umurnya berapa tahun ya? Anak yang punya saudara (baik yg punya kakak atau punya adik) itu berarti dia punya sosok penting lain di rumah, selain orangtua atau nenek-kakek (kalau tinggal serumah). Saudara di rumah memang bisa jadi teman main, atau kalau masih kecil malah jadi mainan "boneka" kakaknya :D Menurut saya, kalau kondisi adik yang sering diusili oleh kakaknya ini berlanjut, efek paling besarnya adalah pada hubungan mereka ke depannya. Bukan cuma ke si adik, tapi juga ke kakaknya. Si adik bisa merasa tidak aman kalau ada kakak karena barang2 miliknya sering direbut, dan si kakak tidak belajar utk mengerti perasaan adiknya (plus ditegur oleh orangtua). Untuk situasi kakak yang "usil" menganggu adiknya, si kakak ini juga perlu diajak bicara. Apalagi kalau beda usianya tidak jauh (1-3 tahun) dan si kakak juga masih kecil, bisa saja dalam pikiran si kakak sebenarnya dia cuma pengen ajak adiknya main atau buat dia adiknya yang merengek itu lucu. Kadang, anak-anak punya cara berpikir sendiri yang beda dengan cara pikir orang dewasa.
      Di sisi lain, antara sesama saudara juga sering ada"persaingan" (istilahnya sibling rivalry) untuk mendapatkan perhatian orangtua. Seringkali yg dibela adalah si adik, karena biasanya kakak yg mulai "usil". Tapi menurut pendapat dan pengalaman saya pribadi, untuk situasi di mana adik diusili dan kakak adalah "pelaku"nya, orangtua perlu mengajak si adik dan si kakak bicara sama-sama. Adikk tidak langsung dibela dan kakak langsung dimarahi. Sebaliknya, adik didorong untuk bicara kalau tidak suka barangnya direbut (bukan langsung menangis), dan kakak didorong untuk minta izin kalau mau ambil barang yang sedang dipakai adik. Mudah2an setelah si adik dan si kakak sama-sama lebih bisa saling menghormati saudaranya.
    2. Mbak kiki, anak saya laki2 umur 3y. Gimana caranya mengatasi sikap bossy-nya yg suka perintah2. Saya ingin mengajarkan kemandirian tp dia sukanya bossy dan nangis kalo kemauannya gak dituruti. Trimakasih. Sofiana, solo
      Jawaban :
      Maksudnya bossy kalau kemauannya ga dituruti itu gimana ya? Apa anak bicara dgn nada memerintah2, "itu aja! Ga mau yg ini!" gitu? Dalam situasi apa biasanya dia "ngambek"?
      Yang saya pahami, anak 3 tahun itu sudah bisa diajak bicara dan diajak "negosiasi" bun. Memang sih, perlu sabar sabar sabarrrrr dan adu "kuat-kuatan" dengan anak yang nangis kalau kemauannya ga diturutin ya.
      Merengek, menangis, teriak2, pukul2, dll kalau anak merasa keinginannya tidak dipenuhi itu dikenal juga dengan istilah tantrum. Untum orangtua dgn anak usia 2-4 tahun, tantrum ini memang salah atu tantangan terbesar. Berdasarkan ilmu dari literatur dan pengalaman saya sendiri, perilaku menolak dan menangis kalau kemauan tidak dituruti atau kalau anak diminta melakukan hal yang tidak dia suka bisa mulai dikurangi atau (mudah2an) dihilangkan dengan membuat kesepakatan bersama. Misalnya, "setelah main, mainannya dibereskan sendiri." Kalau tidak dilakukan, ada konsekuensinya. Misalnya "kalau ada mainan tidak dibereskan sendiri, besoknya kakak ga boleh main mainan itu dulu. Bunda simpan dulu mainannya." Atau, "kalau ke supermarket, kakak boleh pilih 1 makanan/mainan yg kecil." Kalau anak tiba2 "kalap" dan mau ambil lebih dari yg diizinkan, konsekuensinya anak harus pilih salah satu saja dari yang dia sudah ambil.
      Sebelum eksekusi peraturannya, orangtua perlu betul2 konfirmasi ke anak, misalnya "jadi nanti di supermarket kakak pilih satu barang aja ya. Bisa?" Jadi kalau anak tantrum, orangtua punya dasar utk "keukeuh" tidak mengabulkan keinginan anak karena sebelumnya sudah ada kesepakatan dan anak sudah setuju.
      Perlu juga ajak anak untuk berlatih mengontrol emosinya sendiri waktu dia mulai tantrum. Saya sendiri paling berhasil kalau bilang, "sekarang kamu ngomong sambil nangis, jadi miss kiki (krn dulu saya guru, hehe) ga bisa ngerti kamu ngomong apa. Miss kiki tunggu sampai kamu berhenti nangis dulu ya, baru kamu cerita kamu maunya apa." Atau kalau anaknya sudah terbiasa, kalimatnya lebih sederhana, "bicaranya ga sambil nangis ya...Kalau sambil nangis, miss kiki ga ngerti kamu bicara apa. Coba, nangisnya stop dulu." Karena anak memang sedang ingin menyampaikan keinginan, dia akan berusaha utk stop nangis. Kalau kita bicara dengan anak yg sedang nangis gerung-gerung, apalagi sampai guling-guling di lantai, kata-kata kita tidak akan sampai ke anak. Anak juga bisa sambil diajak menenanhkan diri, misalnya diajak tarik napas panjang, minum dulu, atau sambkl ditepuk2 punggungnya. Kuncinya suara dan sikap tetap terlihat tenang. Misalny, suara tidak naik jadi teriakan, dan kontak mata terus dengan anak. Anak usia 3 tahun ternyata sudah bisa belajar mengerti situasi, bun. Mereka bisa lihat siapa yang "firm" atau teguh dgn aturan, dan siapa yg bisa "dikalahkan" dgn tangisan mereka. Dengan sikap yg tegas (tapi bukan galak atau marah), anak jadi lebih paham kalau orangtua sedang serius dan mereka ada di posisi harus menurut.
    3. Saya pernah dengar, secara teorinya anak usia 2-4 tahun sebetulnya lebih baik belum diberikan pelajaran ataupun pelatihan untuk membaca dan menulis. Kalau memang bgitu, alasannya kenapa ya? Lalu bagaimana dengan TK masa kini yang 'mengharuskan' lulus TK anak sudah harus bisa membaca dan menulis, sebagai syarat diterima masuk SD? Izzah , sulteng
      Jawaban :
      Setahu saya, sebenarnya yang boleh dan tidak boleh itu intinya bukan di "umur berapa" tapi "cara apa yang digunakan". Kalau anak 2-4 tahun diharuskan belajar membaca dan menulis dengan metode drilling (latihan terus2an dan berulang2), tentunya itu tidak baik untuk mereka. Misalnya, menghapal bentuk huruf A, mengulang2 bilang "A", lalu menulis huruf A satu halaman penuh. Sebaliknya, kalau anak belajar dengan cara yang menyenangkan, misalnya dgn menulis di pasir, pakai kuas dan cat warna, atau dgn membacakan buku cerita, di umur 3-4 tahun sudah mengenal huruf juga tidak masalah.
      Perkembangan literasi (melek huruf) pada anak juga bertahap, bukan langsung tiba2 membaca. Menulis juga bertahap, tidak tiba2 bisa menulis huruf dan angka. Tahapan perkembangan membaca bisa dibagi jadi 2: tahap pra-membaca (pre-reading) dan tahap membaca. Di tahap pra-membaca, anak mengenal simbol dan tahu artinya. Contohnya, kalau anak diajak ke Timezone, dia ingat logo timezone. Nanti kalau dia lihat lagi logo itu, dia bilang "ini kan timezone!". Dia tidak tahu huruf2 apa yg ada dlm kata timezone, tapi dia tahu kalau itu simbol utk timezone. Atau anak tahu arti lampu merah, kuning, dan hijau di lalu lintas. Contoh lainnya, anak yanh bernama "Ayu" tahu kalau orangtuanya menulis kata "Ayu" itu berarti namanya. Dia belum tahu huruf apa yg ada dlm kata "ayu", tapi dia ingat kalau namanya berbentuk seperti itu. Huruf dan angka juga kan sebenarnya adalah simbol. Kalau kita bisa mengerti arti simbol itu (misalnya bentuk "A" itu artinya huruf A), maka kita bisa membaca. Kalai sistem hurufnya beda, mungkin kita juga tidak bisa baca. Coba kalau saya disuruh baca tulisan thailand, pasti tidak bisa karena saya tidak mengerti apa arti simbol2 huruf dalam bahasa thailand.
      Di usia 2-4 tahun, anak justru perlu keterampilan pra-membaca untuk memasuki tahap membaca. Kalau anak punya buku cerita favorit, dia bisa saja mulai belajar mengenal bentuk kata-kata dari situ. Murid saya ada yg ingat kata "aku" dari buku cerita yang dia sangat sukai di kelas. Karena dia berminat, dia jadi bersemangat mencari tahu apa tulian di buku itu. Umurnya waktu itu 3,5 tahun. Saya juga dulu tertarik belajar membaca karena sering dibacakan buku cerita oleh ibu. Kalau ke murid2 (usia 3-4 tahun), biasanya saya akan mulai mengenalkam huruf bukan dari A, tapi dari nama mereka. Misalnya anak yang namanya "Rishad", dia akan tahu dulu kalau bentuk "Rishad" itu berarti namanya. Terus saya eja pelan2, "ini depannya Rrr. Er. Terus err--i-sh-aa-de. Rishad." Anak2 suka kalau mereka tahu bentuk nama mereka. Lama2 mereka tahu huruf pertama dari nama mereka sendiri. Umur 4,5 tahun, semua murid di sekolah tempat saya mengajar dulu sudah bisa menulis nama. Tapi mereka suka karena yang ditulis itu nama mereka sendiri.
      Terkait sistem pendidikan sekarang yang mewajibkan anak lulus TK wajib membaca, kita perlu tahu juga kalau peraturan itu dipengaruhi juga oleh peraturan "anak wajib bisa membaca untuk masuk SD". Ada sekolah2 yang memakai metode drilling tadi, tapi masih ada juga kok sekolah2 yang memodifikasi cara mengajarnya supaya anak tetap belajar membaca dan menulis tapi dengan kegiatan yang menyenangkan. Contoh yg saya tahu: main jumble words (acak kata), pencarian harta karun, scrabbles (susun kata dari huruf), dll.
    4. Anak saya fadia 4th 2bln blm dapet menggunting pola melingkar... Belum kuat mengayuh sepeda roda 4...padahal teman seusianya sudah melampaui kemampuan itu. Kira2 latihan apa saja yg perlu diberikan untuk merangsang perkembangan motorik halus dan kasarnya. (yg menonjol dr nya kemampuan verbal)? Sari , tegal
      Jawaban :
      Untuk keterampilan menggunting, anak biasanya mulai dari menggunting garis dulu. Garis lurus, zigzag, terus garis lengkung. Setelah itu anak mulai menggunting bentuk. Menggunting bentuk memang lebih rumit karena anak harus bisa menggerakkan gunting dengan satu tangan dan memutar kertas dengan tangan lainnya. Kalau menggunting bentuk garis kan arah kertasnya sama.
      Kalau anak belum bisa menggunting bentuk bulat, bisa dilatih dulu dengan bentuk2 lain yang mirip : garis lengkung setengah lingkaran (misalnya anak menggunting gambar pelangi), atau bentuk seperti plester luka (yg ujung2nya lengkung). Latihan bentuk laom seperti persegi empat dan segitiga juga bisa dilanjutkan walaupun misalnga anak sudah bisa. Prinsipnya sama dengan menggunting bentuk bulat, tapi kalau bentuk bulat anak perlu lebih sering memutar kertas karena tidak ada garis lurusnya. Setelah itu bisa mulai menggunting bentuk bulat (lingkaran) yang besar, yang lebih mudah utk anak daripada bentuk bulat yang kecil.
      Untuk keterampilan mengayuh sepeda, berhubungan juga dengan kekuatan otot kaki. Kalau otot kakinya lemah, anak lebih sulit untuk mengayuh sepeda. Kekuatan otot kaki bisa ditingkatkan dengan kegiatan2 fisik seperti naik-turun tangga, berenang, berlari, dan squadjump (jongkok-berdiri). Tentunya dengan porsi yang tidak terlalu melelahkan utk anak ya. Anak juga bisa diberi tips, kalau mau naik sepeda salah satu pedal sepedanya (kiri atau kanan) ditaruh di posisi atas jadi lebih mudah utk mulai mengayuh. Selama latihan mengayuh sepeda, bisa juga anak diajak membuat goal, mau sampai seberapa jauh mengayuhnya. Kalau anak berhasil, bisa diberi reward berupa pujian atau benda lain yang sudah disepakati (sama, bisa pakai kesepakatan bersama juga). Selanjutnya goal itu ditambah jadi makin jauh. Jadi selain anak mampu secara fisik, anak juga punya motivasi untk meningkatkan kemampuannya.
      Faktor gizi juga berpengaruh utk perkembangan motorik, terutama motorik kasar. Kalau anak loyo dan lemas karena asupan gizinya kurang baik (misalnya kurang makan sayur dan buah) yg pertama harus ditingkatkan di antaranya pola makan anak.
    5. Ghazi 2 tahun 8 Bulan. Pada saat ini senang sekali melakukan apa yang dilarang. Sudah dicoba metode terbalik tapi tetap tidak berhasil, metode pengalihan pun sama tidak berhasil.  Apa yang harus kami perbaiki ya bu? Terimakasih Yuli, bandung
      Jawaban:
      Jawabannya berhubungan sama jawaban pertanyaan bunda sofiana (nomor 2) ya. Kalau sesuatu yang dilarang itu memang akan menurut orangtua sangat penting dan anak perlu mengerti, menurut saya cara "jalan putar" seperti itu malah bisa membuat anak salah pengertian. Sekali lagi, anak usia 2-4 tahun itu cara berpikirnya konkrit. Orang dewasa mungkin mengerti maksud sindiran atau cara2 pengalihan "halus" lainnya, tapi anak2 belum tentu. Kalau anak berkali2 melakukan hal yang dilarang, berarti mungkin dia belum paham apa konsekuensinya kalau dia melakukn hal itu. Atau malah belum pernah ada konsekuensi yang diberikan. Saya juga mungkin perlu tahu contoh hal yang dilarang untuk Ghazi itu apa utk lebih paham masalahnya. Katakanlah misalnya Ghazi dilarang mengacak-acak atau membuang makanannya. Kalau Ghazi melakukan itu, apa yang akan terjadi? Kalau orangtua menjelaskan kesepakatan "kalau makanan Ghazi dibuang2, piringnya bunda ambil ya. Karena buang2 makanan itu artinya Ghazi ga mau makan." lalu konsisten menjalankannya tiap kali Ghazi membuang2 makanan, dia akan belajar kalau "membuang makanan -> makanan diambil". Tapi kalau Ghazi buang2 makanan, lalu ternyata orangtua mengalihkan perhatiannya dengan mengajak makan sambil nonton kartun (mudah2an bukan begini), dia tidak belajar bahwa perilakunya itu sebenarnya dilarang. Apalagi umur 2 tahun 8 bulan itu normalnya anak sudah mulai lancar bicara dan bisa diajak dalam percakapan. Membuat kesepakatan dan kasih penjelasan tentang perilaku apa yang dilarang itu bisa jadi cara untuk mengembangkan kemampuan anak utk meregulasi (mengatur) diri. Yang tidak kalah penting, anak harus tahu apa alasan perilaku itu dilarang. Kalau cuma dilarang-larang saja atau dialihkan, tapi tanpa penjelasan, anak belum bisa paham hubungan antara perilakunya dengan konsekuensi dari perilaku itu.
    6. Mba kiki perkembangan yg lbh penting diperhatikan dlm masa tumbuh kembang anak sesuai usianya. Misal, usia 0-2 yg lbh diperhatikan motorik kasarnya. Usia 5-6 sosialnya, dll gitu.. Makasih Kiki. Sarah, Tangerang
      Jawaban :
      Isu penting dalam perkembangan anak usia 2-4 tahun bisa dibilang adalah kemandirian. Seperti yg kita tahu, di usia itu anak mulai lepas dari diapers dan pindah ke toilet training, belajar mengurus diri sendiri (makan, berpakaian, mandi, bersih-bersih, beres-beres), dan mulai masuk ke lingkungan baru seperti daycare, playgroup, atau main dengan anak lain. Anak juga mulai belajar berkomunikasi untuk menyampaikan keinginannya. Satu lagi, pengenalan aturan. Anak usia ini sudah bisa diajak bicara, dikasih penjelasan, dan diajarkan mana yang boleh/tidak boleh. Apalagi di usia ini anak harus mulai dipersiapkan untuk masuk ke lingkungan sekolah yang punya aturan.
      Kalau menurut ahli psikologi Erik Erikson, anak usia 2 tahun mengalami krisis autonomy (kemandirian) vs shame & doubt (malu dan ragu thdp kemampuan diri sendiri). Anak akan merasa "mampu" kalau ia bisa mandiri, dan sebaliknya merasa "ragu" kalau merasa tidak bisa apa-apa. Di usia 3-5 tahun (earlu childhood), anak mengalami krisis lain tapi berhubungan dengan krisis di usia 2 tahun tadi, yaitu initiative vs guilt (rasa bersalah). Anak punya inisiatif dan keinginan untuk melakukan sesuatu, tapi di sisi lain dia akan merasa bersalah kalau yang dia lakukan tidak pantas/tidak sesuai dengan aturan/norma yg berlaku. Kalau terlalu dibebaskan, anak jadi tidak peduli aturan. Sebaliknya kalau apa-apa selalu dilarang, anak jadi kehilangan inisiatif untuk melalukan sesuatu. Jadi aturan perlu mulai diperkenalkan ke anak, tapi dengan alasan yang jelas dan bisa dimengerti anak. Misalnya, "kalau mau sesuatu, kakak ngomong. Bukan nangis. Karena kalau sambil nangis bunda ga ngerti kakak ngomong apa. Kan bunda jadi ga tahu kakak maunya apa..
    7. Di usia 2 tahunan, anak biasanya srg tantrum. Bgmn Cara yg tepat mengendalikan emosinya agar tidak smp terjadi tantrum yg berkepanjangan. Terima kasih sblmnya 🙏😊 Evita, surabaya
      Jawaban :
      Jawabannya sudah disinggung juga di pertanyaan nomor 2 dan 5 ya bun :) Selain yang tadi sudah saya sampaikan tentang strategi bikin kesepakatan bersama, mungkin ini juga bisa jadi tips:
      1. Orang dewasa yang sedang menghadapi anak tantrum harus tetap tenang. Bicara dengan nada tegas, tapi bukan ikut berteriak dan marah. Saya tahu ini sussssaaaah, penuh perjuangan, tapi anak juga jadi bisa belajar dari contoh yang diberikan orangtua, bahwa dia tidak perlu pakai marah2, nangis2, dan teriak2 kalau mau sesuatu. Tantrum biasanya kan terjadi saat keinginan anak tidak dituruti. Selain itu, anak juga jadi mengerti siapa yang punya kontrol di situasi itu. Kalau orang tua langsung "nyerah" waktu anak mulai merengek, berarti anaklah yang punya kontrol. Dan dia sadar itu, makanya diulangi lagi dan lagi.
      2. Kalau tantrum terjadi di tempat ramai, anak bisa dibawa dulu (digendong atau digandeng) ke tempat yang lebih sepi, misalnya bangku atau pojokan. Dibujuk dulu juga bisa, tapi dibujuk utk pindag tempat ya bukan dibujuk diiming2i barang yg dia mau, hehe... Orangtua bisa bilang, misalnya, "Kakak lagi nangis nih sekarang. Kita pindah dulu yuk, di sini kan rame, banyak yg mau lewat. Kita ngomongnya di sana yuk, di kursi situ. Nanti kakak cerita deh, maunya apa, kok sampai nangis begini." Atau anak ditenangkan dengan membuat perhatiannya tertuju ke kita, "Coba, lihat sini dulu. Lihat ke bunda. Bisa tenang dulu?" Sambil pegangi tangan atau bahunya. Anak bisa diajari utk tarik napas panjang atau berdzikir supaya lebih tenang
      3. Kalau anak berpotensi melukai diri sendiri, orang lain, atau merusak barang di sekitarnya waktu di tantrum, anak perlu segera dibawa menjauh dan gerakannya dihentikan. Misalnya anak yang tantrumnya nangis berguling2 sambil menendang2 di antara rak2 supermarket. Atau kalau bunda tahu anak suka melempar barang kalau marah dan kebiasaan ini belum bisa dihilangkan sepenuhnya (tentunya harus dibiasakan dengan peraturan juga), tangannya harus dipegangi. Atau anak yg memukul2 kepalanya sendiri.
      4. Kadang, orangtua bisa jadi perlu menunda. Misalnya yg tadi, bilang akan tunggu dulu sampai anak bisa brhenti nangis, baru bicara. Jadi anak juga dikasih waktu untuk belajar mengontrol diri sendiri. Atau contoh lain, anak disuruh berhenti bermain tapi dia tidak mau. Bisa saja dinego, "Oke, mainnya 1 menit lagi cukup?" Atau "Mainnya boleh deh sampai hitungan 10. Kalau sudah 10, mainnya udahan ya. Ok?" Kalau di situasi bermain ini, lebih baik mengalah 10 detik daripada anak selesai bermain bukannya senang malah nangis kan... Saya sendiri cukup sering pakai hitungan. Misalnya waktu anak belum mau beres2 setelah main. Saya bilang, "miss kiki hitung sampai 10 bisa ga ya mainannya sudah rapi?" Ada yang dari 1 sudah langsung beres2, ada yg pas 9 baru mulai gerak. Kadang malah ditambah 10 detik lagi krn anak2 sudah mulai beres2 tapi belum selesai. Atau kalau sudah waktunya guru mulai kegiatan salam2 pagi, tapi anak2 masih ada yg ngobrol. Hitung lagi deh sampai 10, atau diajak nyanyi. Jadi anak merasa dia punya waktu yg cukup utk "let go" dari kegiatan yg disukainya tadi.
    8. Assalamu'alaikum Mb. Jazakillah ya tuk sharing ilmunya. bayi sy, Gaza baru 10 bulan... Tp yg mw sy tny, apakah benar seorang anak (balita) ada "masa membangkang"? Biasanya bentuk membangkang mereka seperti apa? Dan penyikapan terbaiknya sbg ibu? Jazakillah khoir... Habibah
      Jawaban :
      Kalau membangkang yang dimaksud itu menolak kalau disuruh, atau "ngotot" mau sesuatu walaupun dilarang, mungkin dekat dengan pembahasan tentang tantrum tadi ya bun.
      Dari pengalaman saya, salah satu kelucuan anak usia 2-4 ini adalah ke-"sotoy"-an mereka 😂 Sotoy versi anak kecil ya pastinya. Karena mereka juga sudah mulai menguasai banyak hal baru, jadi merasa hebat. Ditambah lagi mulai bisa bilang "ga mau!" dan "nggak!" Sampai orangtuanya (dan gurunya) gemes sendiri.
      Saya yakin bahwa anak yang biasa diajak bicara baik-baik, diberi penjelasan, dan diberi kesempatan untuk menyampaikan isi pikirannya akan tumbuh jadi anak yang mau menerima informasi dari orang lain terutama orangtua, dan belajar untuk menyampaikan keinginannya dengan cara yg lebih asertif. Asertif itu ada di tengah2 antara submisif (tidak berani bilang apa2) dan dominan (maunya caranya sendiri yg dituruti). Contoh dari orangtua juga penting. Kalau orangtua sering marah2 kalau ingin sesuatu, anak juga akan belajar untuk melakukan hal yang sama. Contoh sederhananya, orangtua marah2 dan teriak2 menyuruh anak makan. Anak juga kemungkinan akan marah2 kalau ingin orangtuanya mengambilkan suatu barang. Kalau teladannya baik, insyaAllah anak melihat contoh yg baik juga
    Itu tadi pertanyaan terakhir. Mudah2 bermanfaat ya jawabannya 😊
    Mungkin sedikit catatan terakhir yang perlu dipahami dlm mendidik anak di usia 2-4 tahun. Kalau ada perilaku anak yang tidak disukai oleh orangtua atau dilarang karena tidak baik/tidak pantas, perbaiki perilakunya. Tapi jangan sampai perilakunya digeneralisasi ke kepribadian anak itu sendiri. Jadi bukan "anak ini bandel dan ngelawan" tapi "dia sering ga mau nurut kalau disuruh". Yang "bandel" itu label, sedangkan "ga mau nurut" itu perilakunya. Kalau orangtua sampai melabel anak dgn label yg jelek, khawatirnya nanti ada potensi2 kebaikan dalam diri anak yg terlewat dari perhatian orangtua. Dari pendidikan S2 yg sekarang saya sedang tempuh juga saya belajar bahwa jauh lebih baik kalau anak perlu bantuan dan bimbingan orang dewasa untuk berubah jadi lebih baik. Mudah2an bunda2 di sini diberi Allah kekuatan dan kesabaran utk melakukannya.







  2. 0 komentar:

    Posting Komentar